BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Ditinjau
dari asal katanya, psikologi berasal dari kata psyche yang berarti jiwa, dan
Ligos yang berarti ilmu. Jadi secara istilah, psikologi berarti ilmu jiwa atau
ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan. Tetapi dalam sejarah
perkembangannya, kemudian arti psikologi menjadi ilmu yang mempelajari tingkah
laku manusia. Ini di sebabkan karena jiwa yang mengandung arti yang abstrak itu
sukar untuk di pelajari secara objektif. Kecuali itu, keadaan jiwa seseorang
melatarbelakangi timbulnya hampir setiap tingkah laku.Beragamnya pendapat para
ahli psikologi tentang pengertian dari psikologi, sehingga bisa di simpulkan
bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan
perbuatan individu dimana individu tersebut tidak dapat di lepaskan dari
lingkungannya.
Pada zaman
sebelum masehi, psikologi sudah dipelajari orang dan banyak di hubungkan dengan
filsafat. Para ahli filsafat pada waktu itu sudah membicarakan tentang
aspek-aspek kejiwaan manusia.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang kami angkat
dalam makalah ini adalah :
1.
Bagaimana Sejarah Perkembangan Psikologi ?
2.
Bagaimana
Pengertian Psikologi Kognitif itu ?
1.3 Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam
makalah ini adalah agar kita dapat menjelaskan/mendeskripsikan mengenai
sejarah perkembangan psikologi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Perkembangan Psikologi
Dalam sejarah perkembangannya, psikologi di artikan sebagai ilmu yang
mempelajari tingkah laku manusia. Sejarah psikologi bahwa ilmu pengetahuan yang
kita kenal, kebanyakan berpusat dari perkembangan awal sejarah eropa dari masa
yunani, romawi hingga akhir abad ke 19, yang kemudian menyebar ke belahan
dunia.
Pendekatan dan orientasi ilmu dalam dunia psikologi bermula dari filsafat
pada masa yunani,yaitu masa transasi dari pola piker animism ke natural
science, yaitu pengetahuan bersumber dari alam.Pada masa ini perilaku manusia
berusaha di terangkan melalui prinsip-prinsip alam atau prinsip-prinsip yang di
analogikan dengan gejala alam.
Tanah kelahiran psikologi adalah jerman, oleh karenanya munculnya psikologi
tidak dapat di lepaskan dari konteks social jerman yang memiliki misi untuk
membantuk manusia yang berkualitas dan penyedia tenaga kerja yang protessional.
Wilhelm wundt, adalah orang pertama yang memproklamirkan psikologi sebuah
disiplin ilmu. Wundt adalah seorang dokter yang tertarik di bidang fisiologis,
dimana fisiologis merupakan jalan bagi psikologiuntuk bisa masuk ke dalam ranah
empiris ilmiah dan berdiri sebagai ilmu
yang mandiri.
Mempelajari psikologi berarti ada usaha untuk mengenal manusia. Mengenal
berarti memahami, kita dapat menguraikan dan menggambarkan tingkah laku serta
kepribadian manusia yang bersifat aspek-aspeknya. Dengan mempelajari psikologi
kita berusaha untuk mengetahui aspek-aspek kepribadian itu misalnya keterbukaan
yaitu , sikap terbuka terhadap dunia luar, sikap mau memahami perasaan-perasaan
orang lain, sikap menghargai pendapat dari orang lain, dan sikap ini bersifat
menetap dan menjadi ciri bagi orang yang bersangkutan, yang merupakan sifat
yang unik , yang individual dan dari orang tersebut. Berbeda dengan hewan,
tiap-tiap manusia sebagai individual terdapat aspek-aspek kepribadian yang
khas, yang unik, dan yang beda dari yang lain, sehingga dapat membedakan
manusia itu dari individu-individu lainnya. Jadi, sekalipun ada faktor tertentu
yang sama, yang terdapat pada setiap manusia , manusia itu beda dari satu
dengan yang lainnya.
Psikologi Kognitif merupakan
salah satu cabang dari psikologi umum yang mencakup studi ilmiah tentang
gejala-gejala kehidupan mental atau psikis yang berkaitan dengan cara manusia
berfikir, seperti dalam memperoleh pengetahuan, mengolah kesan yang masuk
melalui penginderaan, menghadapi masalah atau problem untuk mencari suatu
penyelesaian, serta menggali dari ingatan pengetahuan dan prosedur kerja yang
dibutuhkan dalam menghadapi tunututan hidup sehari-hari.
Cabang ilmu psikologi ini khusus mempelajari gejala-gejala mental yang bersifat kognitif dan terkait dengan proses belajar mengajar di sekolah, yang memiliki hubungan erat dengan psikologi belajar, psikologi pendidikan dan psikologi pengajaran. Pengetahuan dan pemahaman tentang proses belajar tidak hanya menerangkan mengapa siswa berhasil dalam proses balajar, tetapi juga membantu untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam prose situ dan sekali terjadi kesalahan selama periode belajar, untuk mengoreksinya.
Kehidupan mental atau psikis mencakup gejala-gejala kognitif, efektif, konatif sampai pada taraf psikomotis, baik dalam berhadapan dengan diri sendiri maupun dengan orang lain. Gejala-gejala mental-psikis ini dapat dibedakan dengan yang lain dan dijadikan objek studi ilmiah sendiri-sendiri, tetapi tidak pernah dapat dipisahkan secara total yang satu dari yang lainnya. Oleh karena itu, psikologi kognitif tidak hanya menggali dasar-dasar dari gejala yang khas kornitif, tetapi juga meninjau aspek kognitif dalam gejala mental yang lain, seperti apa penafsiran dan pertimbangan yang menyertai reaksi perasaan (afektif) dan keputusan kehendak (konatif). Siswa disekolah berperasaan sambil belajar dan berkehendak serta bermotivasi sambil belajar, dapat diselidiki dengan cara bagaimana berfikir dalam berbagai wujudnya ikut megnambil bagian dalam berperasaan dan berkehendak. Namun, dalam bagian ini tekanan diberikan pada analisis tentang cara berfikir itu sendiri karena perilaku internal inilah yang paling mendasar dalam belajar di sekolah.
Seiring dengan berkembangnya psikologi kognitif, maka berkembang pula
cara-cara mengevaluasi pencapaian hasil belajar, terutama untuk domain
kognitif. Salah satu perkembangan yang menarik ádalah revisi “Taksonomi
Bloom“ tentang dimensi kognitif. Anderson & Krathwohl (dalam
wowo 1999) merevisi taksonomi Bloom tentang aspek kognitif menjadi dua dimensi,
yaitu: proses kognitif dan pengetahuan. Dimensi pengetahuan berisi empat
kategori, yaitu Faktual, Konseptual, Prosedural, dan Metakognitif, Dimensi
proses kognitif terdiri dari Mengingat, Pemahaman, Penerapan, Analisis,
Evaluasi dan Membuat. Kesinambungan yang mendasari dimensi proses kognitif
diasumsikan sebagai kompleksitas dalam kognitif, yaitu pemahaman dipercaya
lebih kompleks lagi daripada mengingat, penerapan dipercaya lebih kompleks lagi
daripada pemahaman, dan seterusnya.
C. Tori-teori
Pembelajaran Psikologi Kognitif
Ada beberapa ahli yang
belum merasa puas terhadap penemuan - penemuan para ahli sebelumnya mengenai
belajar sebagai proses hubungan stimulus-response-reinforcement.
Mereka berpendapat, bahwa tingkah laku seseorang tidak hanya dikontrol oleh
reward dan tingkah laku tindakan mengenal tentang senantiasa didasarkan pada
kognisi, yaitu tindakan mengenal atau situasi di mana tingkah itu laku itu
terjadi. Dalam situasi belajar, seseorang terlibat langsung dalam situasi dan
memperoleh insight untuk pemecahan masalah. Jadi, kaum kognitifis berpandangan,
bahwa tingkah laku seseorang lebih bergantung kepada insight terhadap hubungan
- hubungan yang ada di dalam suatu situasi. Keseluruhan adalah lebih dari
bagian -bagiannya. Mereka member tekanan pada organisasi pengamatan atas
stimuli di dalam lingkungan serta pada faktor - faktor yang mempengaruhi
pengamatan.
1.
Awal
Pertumbuhan Teori-Teori Belajar Psikologi Kognitif
Psikologi kognitif mulai berkembang
dengan lahirnya teori belajar Gestalt. Peletak
dasar psikologi Gestalt adalah Mex Wertheimer (1880-1943) yang meneliti
tentang pengamatan dan problem solving. Sumbangannya ini di ikuti oleh Kurt
Kaoffk (1886-1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukuman pengamat,
kemudian Wolfgang Kohleelr (1887-1959) yang meneliti tentang insight pada
simpanse. Penelitian – penelitian mereka menumbuhkan psikologi gestalt yang
menekankan bahasan pada masalah konfigurasi, struktur dan pemetaan dalam
pengalaman. Kaum Gestalt berpendapat
bahwa pengalaman itu berstruktur yang terbentuk dalam keseluruhan. Orang yang
belajar, mengamati stimuli dalam keseluruhan yang terorganisasi, bukan dalam bagian
- bagian yang terpisah.
Suatu konsep yang terpenting dalam psikologi Gestalt adalah tantang
”insight” yaitu pengamatan/pemahaman mendadak terhadap hubungan – hubungan
antar bagian - bagian di dalam suatu permastuasi permasalah insight itu sendiri
dihubungkan dengan pernyataan spontan “aha” atau”oh”, see-now”. Kohler (1927)
menemukan tumbuhnya insight pada seekor simpan sedengan menghadapkan simpase
pada masalah bagaimana memperoleh pisang yang terletak di luar kurungan atau
tergantung di atas kurungan. Dalam eksperimen itu kohler mengamati bahwa kadang
kala simpase dapat memecahkan masalah secara mendadak, kadang kala gagal meraih
pisang, kadang kala duduk merenung masalah dan kemudian secara tiba – tiba
mengemukan pemecahan masalah.
2.
Teori
Belajar Cognitive - Field dari Lewin
Bertolak dari penemuan Gestalt
Psyhology. Kurt Lewin (1892-1947) mengembangkan suatu teori belajar cognitive
dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi sosial. Lewin
memandang masing – masing individu beradadidalamsuatumedankekuatan, yang
bersifatpsikologi.Life space mencakup perwuju dan lingkungan di mana individu
bereaksi. Menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan
dalam struktur kognitif. Lewin memberikan peranan yang lebih penting pada
motivasi dari reward.
3.
Teori
Belajar Cognitive Develop mental dari Piaget.
Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa
proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret
menuju abstrak. Piaget adalah seorang psikologi develop mental karena
penelitiannya mengenai tahap – tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur
yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. Dia adalah salah seorang
psikologi suatu teori komperhensif tentang perkembangan inteligensi. Piaget
memakai istilah scheme secara interchangeablngy, Piaget memakaiistilah scheme
secara interchangeably dengan istilah struktur. Scheme adalah pola tingkah laku yang dapat diulang. Scheme berhubungan dengan dengan:
-
Refleksi- refleksi pembawaan: misalnya bernapas, makan
minum.
-
Scheme mental: misalnya scheme of class fication, scheme of
operation (pola tingkah laku yang masih suka diamati seperti sikap), dan scheme
of operation (pola tingkah laku yang dapat diamati). Menurut Piaget,
inteligensi itu sendiri terdiri dari tiga aspek,
a) Struktur,
disebutjuga scheme seperti yang dikemukakan di atas.
b) Isi,
disebut juga content yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala individual
menghadapi sesuatu masalah.
c) Fungsi,
disebut juga function yang berhubungan dengan cara seseorang mencapai kemajuan
intelektual. Fungsi itu sendiri. Fungsi itu sendiri terdiri dari dua macam
fungsi invariant yaitu organisasi dana daptasi.
-
Organisasi:
berupa
kecakapan seseoraang/organism dalam menyusun proses-proses fisik dan psikis
dalam bentuk sitem-sistem yang koheren.
-
Adaptasi
yaitu
adaptasi individu terhadap lingkungannya.Adaptasi ini terdiri dari dua macam
proses komplementer yaitu: asimilasi dana komondasi.
·
Asimilasi:
proses
pengunaan struktur atau kemampuan individu untuk menghadapi masalah dalam
lingkungannya sedangkan,
·
Akomondasi
proses perubahan respons individu terhadap stimuli lingkungan.
.
4. Jerome Bruner dengan Discovely Learning-nya
Yang menjadiakandasar ide J.Brunerialahpendapatdari Piaget yang
menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif didalam belajar di kelas.
Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang disenutnya discovery learning
yaitu dimana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk
akhir. Banya kpendapat yang mendukung discovery
learning itu, diantaranya J.Dewey (1933) dengan complete art of reflective activity. Atau terkenal dengan problem
solving. Didalamnya buku itu ia melaporkan hasil dari suatu konferensi diantara
para ahli science. Dalam hal ini ia
mengemukakan pendapatnya, bahwa mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif
dalam intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
The act of discovery dari Bruner:
1.
Adanya suatu kenaikan di dalam potensi
intelektual.
2.
Ganjaran intristik lebih ditekankan dari
pada ekstrinsik.
3.
Murid yang mempelajari bagaimana
menemukan berate murid itu menguasai
metode discovery learning.
D.
Ruang
lingkup psikologi kognitif.
Psikologi kognitif merupakan salah satu
cabang yang mempelajari studi ilmiah tentang gejala kehidupan mental/psikis
sejauh berkaitan dengan cara berpikir manusia, sperti untuk memperoleh
pengetahuan, mengolah aneka kesan yang masuk melalui penginderaan,
mengahadapi masalah/problem untuk mencari
suatu penyelesaian, serta menggali dari
ingatan pengetahuan dan prosedur kerja
yang dibutuhkan dalam menghadapi
tuntutan hidup sehari-hari. Studi ini khusus mempelajari gejala-gejala mental
yang bersifat kognitif terkait proses belajar mengajar di sekolah.
Gejala-gejala mental/psikis dapat dibedakan satu dari yang lain dan dijadikan
objek studi ilmiah sendiri-sendiri, tetapi tidak pernah dapat dipisahkan secara
total yang satu dengan yang lain.
Kebanyakan psikologi Amerika berpegang
pada suatu kerangka teoritis yang dikenal dengan nama “pemrosesan informasi”
yang digambarkan pengolahan kejadian dalam otak, meliputi langkah pengolahan
informasi. Yang dimaksudkan informasi adalah masukan bagi setiap satuan structural.
Penjelasannya
sebagai berikut:
1)
Lingkungan hidup mengeluarkan sejumlah
rangsangan, misalnya benda yang kena cahaya memantulkan gelombang sinar yang
dapat dilihat, bunyi radio memantulkan gelombang suara yang bisa didengar.
Menjadi informasi bagi satuan structural yang menangkapnya.
2)
Informasi ini ditangkap oleh alat-alat
indera yang peka terhadap bentuk energy fisik tertentu, seperti mata untuk
sinar dan kulit untuk sentuhan, diolah dan diubah menjadi pulsa-pulsa
elektrokimia yang dikirm ke pusat-pusat tertentu dalam otak dan akhirnya masuk
ke dalam sistem saraf pusat.
3)
Informasi yang ditampung itu disimpan
selama waktu yang amat singkat sekali. Sebagian kecil diterukan ke ingatan
jangka pendek untuk diolah lebih lanjut, sedangkan sisanya hilang dan tidak
tersedia lagi untuk pengolahan. Jadi macam informasi dokurangi, atau terjadi
seleksi dalam persepsi
4)
Infomrasi yang telah diseleksi masuk ke
dalam ingatan jangka pendek. Yang dimaksud dengan ingatan adalah saat orang
memyadari ada sesuatu yang dihadapi, misalnya menyadari sedang melihat satu
nama dengan sebuah nomor telepon, dan buku telepon. Namun, lamanya saat kesadaran itu amat singkat, kira-kira 20 detik. Informasi
yang masuk tadi kemudian menghilang, kecuali bila tertahan lebih lama kearena
mulai iingat-ingta kembali atau diolah untuk diambil maknanya. Proses
penangkapan informasi disebut “rebealsal”.
5)
Hasil pengolahan menjadi masukan bagi
ingatan jangka panjang. Namanya demikian karena informasi yang tersimpan disni
bertahan lama sekali, mengkin untuk jangka seumur hidup. Hal ini tegantung juga
dari kualitas pengolahan infrmasi selama dalam ingatan kerja sebelum pindah ke
ingatan jangka panjang. Bilamana informasi tidak tersimpan dalam bentuk
sistematika yang baik, informasi sukar ditemukan dan penggalian tidak berhasil. Dalam keadaan
ini, orang mengatakan “informasi hilang”, padahal tidak demikian, tetapi
informasi tidak masuk atau terlupakan.
6)
Informasi yang berasal dari ingatan
jangla pendek atau ingatan jangka panjang ditampung dalam pusat perencanaan
yang mempersiapkan masukan ini untuk disalurkan ke unit alat pelaksana, yang
akhirnya akan emberikan jawaban reaksi terhadap lingkngan. Jadi, dalam unit ini
terjadi lagi suatu transformasi yang masuk, yaitu ditentukan bentuk dan wujud bagi
jawaban reaksi dan bagaimana urutan pelaksanaannya.
7)
Alat pelaksana meliputi semua otot dan
kelenjar, yang mewujudkan jawaban reaksi/lingkungan sesuai dengan tuntunan dan ketentuan yang doberikan oleh pusat
perencanaan.
8)
Aliran transformasi informasi sebagaimana
berlangsung dalam satuan structural, (2) sampai (7) secara ideal terorganisir
dengan baik, sehingga mencapai suatu sasaran.
9)
Sasaran apa yang akan dicapai dan apa
makna sasaran itu, terungkapkan dalam harapan tentang tujuan dalam motivasi
yang rata. Ini semua merujuk pada apek kognitif falam berkehendak dan
berkemauan.
·
Perbedaan antara pengetahuan deklaratif
dan pengetahuan procedural
Pengetahuan deklaratif ialah, proses
penambahan pengetahuan dengan informasi yang sedang dipelajari. Pengetahuan
deklaratif menyediakan alternatif cara untuk pemanggilan agar aktivasi
menyebar, kedua, menyediakan informasi tambahan yang berguna untuk mengontruksi
jawaban yang tampak. Prinsip penyebaran
aktivasi memberikan penjelasan tentang mengapa yang lebih tepat lebh baik untuk
menghafal. Efeknya dalam menghafal sangat baik, karena memberi informasi baik
berupa daftar kata-kata benda, cerita-cerita, teks pelajaran, maupun data
menunjukkan banyak keuntungan. Pengetahuan
procedural ialah, kemampuan untuk menganalisis dan mengklasifikasikan pola-pola stimulus internal dan eksternal.
Prosedur unrutan-aksi mendasari kemampuan untuk melakukan urutan operasi
terhadap symbol-simbol.
Dalam kenyataan keduanya berinteraksi,
baik selama siswa sedang belajar maupun pada saat menunjukan presatasi sebagai
hasil proses belajar. Untuk menerapkan prosedur pada saat memecahkan suatu soal
matematika, siswa dapat menuangkan urutan langkah yang harus ditempuh dalam
beberapa proposisi, bahkan keseluruhan prosedur yang baru saja dikuasai dapat
dituangkan dalam beberapa proposisi (pengetahuan deklaratif) untuk disimpan
dalam ingtan jangka panjang. Namun, perbedaan antara kedua macam pengetahuanitu
sebagai perbedaan antara “apa yang diketahui” dan “mengetahui bagaimana”,
berdampak terhadap cara mendampingi siswa dalam memperoleh kedua macam
pengetahuan itu, sebagaimana akan dijelaskan kemudian. Dengan perkataan lain,
perbedaan psikologi mengenai sifat dan ciri has kedua macam pengetahuan ini
membawa akibat terhadap perlakuan didaktis.
Diatas telah dikemukakan bahwa berbagai
jaringan proposisi dalam ingatan mewakili pengetahuan deklaratif. Pengetahuan
procedural diwakili dan disimpan dalam bentuk lain, yaitu terciptakan
produksi-produksi (productions). Didalam suatu produksi juga terkandungt
gagasan sebagai lambing mental, tetapi bukan sebagai suatu unit dasar seperti
dalam suatu proposisi (ide). Dalam produksi terkandung keteraturan mengenai
“kalau hal ini begini atau begitu (kondisi), lalu dilakukan kegiatan ini atau
kegiatan itu (aksi)” atau “ jika terjadi kondisi tertentu, maka akan diambil
tindakan ini.” Perumusan seperti ini menunjuk pada pengetahuanmengenai bagaiman
sesuatu harus dilakuan, dibuat, dinilai, dipecahkan, dan lain sebagainya. Di
sini aktivitas berpikir seolah-olah diatur, dijalurkan dan disalurkan, sehingga
seorang memiliki sejumlah ketentuan prosedural yang dapat diterrapkan bila
diperlukan. Misalnya berlakulah ketentuan kondisi-aksi sebagai berikut : ”jika
lampu lalu lintas menyala merah, kendaraan harus dihentikan dengan menggunakan
rem”. Pengendara speda, becak, sepeda motor dan sopir kendaraan roda empat akan
melakukan sejumlah gerakan (aksi), jika melihat bahwa lampu lalu lintas
berwarna merah (kondisi). Mereka menguasai suatu prosedur dan mengetahui
bagaiman harus b ertindak; pengetahuan tentang “bagaimana itu” disimpan dalam
ingatan jangka panjang dalam bentuk produksi: “jika ……, maka ……,” atau “kalau
….., lalu …..,”. mula-mula orang, sambil masih mempelajari suatu prosedur,
masih harus mengingatkan diri sendiri aan prosedur itu dengan menggalinya dari
ingatan. Tetapi lama kelamaan prosedur menjadi milinya dan berakar, sehingga
pada waktu yang dibutuhkan dapat diterapkan secara otomatis, tanpa pemikiran
tentang apa yang dilakukan dan mengapa dilakukan demikian. Dalam mengerjakan
banyak tugas disekolah siswa yang sudah berpengalaman, dapat bekerja dengan
cepat karena sudah menguasai prosedur yang dibutuhkan; malah dia mungkin tidak
menyadari bentuk khas dari produksi. “ jika …., maka ….,” yang tersimpan dalam
ingatan. Produksi dapat dituangkan dalam bentuk pengetahuan deklaratif dan
dieksplisitkan dalam suatu perumusan verbal, seperti terjadi bila orang
merumuskan suatu kaidah.
Tentu saja siswa disekolah, apalagi
orang dewasa, tidak berbuat hanya berdasarkan beberapa produksi sederhan yang
tersimpan dalam ingatan; tetapi lama kelamaan tercipta produksi yang banyak
sekali, yang saling terkait dan mengarahkan dalam aktivitas berpikir yang
mendasari kegiatan kompleks. Semua produksi dikait-kaitkan melalui apa yang
disebut “arus kontrol” (flow of control), yaitu terdapat suatu rangkaian
mata rantai dimana suatu kondisi-aksi yang pertama menjadi kondisi dalam satuan
kondisi-aksi berikutnya, dan seterusya. Misalnya: “kalau lampu lalu linta sudah
menyala hijau, lalu persnelling satu dipasang kembali; jika persnelling sudah
terpasang, maka ditancap gas; jika tancapan gas terlah berhasil menggerakan
kendaraan sampai kecepatan tertentu, maka diganti persnelling sampai yang
kedua; dan seterusnya”. Maka berlangsunglah suatu arus control yang lancer,
berjalan otomatis tanpa disertai taraf kesadaran yang tinggi tentang urutan
semua gerakan itu. Dalam mengerjakan banyak tugas berlangsunglah proses seperti
digambarkan diatas, misalnya mengalikan bilangan 11 dengan 99 atau menjumlahkan
harga-harga dari sejumlah barang yang dibeli tanpa memakai kalkulator.
Dalam ulasan diatas telah diuraikan
tentang tanggapan sebagai bentuk representasi mental dari aneka obyek yang
dihadapai oleh manusia. Tanggapan adalah suatu gambaran sensoris (image),
yang merupakan gambaran mental tentang sesuatu yang seolah-olah sedang diamati;
maka disebut representasi yang berperaga, yang mempunyai beberapa ciri fisik
yang membentuk suatu kesatuan dan memuat informasi tentang hubungan dalam ruang
serta ukuran. Misalnya, anak yang menyaksikan pacuan kuda dapat membawa pulang
gambaran mental tentang kuda, dengan unsure melihat besarnya tubuh dan
panjangnya kaki, mendengar suara kakinya menyentuh tanah bila berlari cepat,
melihat luasnya lapangan rumput, meraba kulitnya ketika boleh mendekati kuda,
dan lain sebagainya. Semua informasi ini dapat tersimpan pula dalam bentuk
jaringan sejumlah proposisi, tetapi bentuk representasi ini tidk begitu “hidup”
seperti bayangan mental dari kuda yang sedang berlari cepat dilapangan rumput
yang luas. Mka tanggapan sebagai representasi mental cocok sebagai cara untuk
menyimpan informasi yang mempunyai mentasi ruang (spatial), paling
sedikit berada dalam ingatan kerja dan diolah disitu. Terdapat banyak indikasi
yang membenarkan untuk mengatakan, bahwa orang sering menggunakan berbagai
bayangan mental dalam mengerjakan tugas yang menuntut menetapkan diri dalam
suatu ruang atau menghindari suatu malah didalam pikiran dalam bentuk
pengamatan ruang. Misalnya, seseorang yang baru pulang dari terminal bis dapat
ditanya beberapa jalan masuk terdapat di situ; kemungkinan sangat besar, dia
akan membayangkan diri sendiri berdiri diterminal seperti ntadi dan melihat di
sekelilingnya untuk menghitung jumlah jalan masuk. Demikia pula seorang siswa di
sekolah dapat membayangkan suatu segitiga dalam dimensi ruang dan mengerjakan
soal yang ditanyakan mengenai segitiga itu. Sampai berapa jauh informasi yang
diolah dalam ingatan kerja untuk selanjutnya juga akan disimpan dalam bentuk
taggapan di dalam ingatan panjang masih diperdebatkan, tetapi ada berbagai
indikasi bahwa informasi (masukan) yang sangat konkret dan mudah terbayangkan,
seperti informasi tentang pacuan kuda tersebut diatas, lebih mudah digali
kembali daripada informasi (masukan) yang sulit terbayangkan, seperti isi suatu
buku mengenai ilmu filsafat. Bagi tenaga pengajar hal ini berarti, bahwa
penggunaan alat pengajaran yang dapat dilihat dan didengar serta anjuran kepasa
siswa untuk membayangkan hal-hal yang sedang dipelajari, kerap membantu untuk
nantinya menggali kembali semua itu dari ingtan jangka panjang.
·
Cara memperoleh pengetahuan
deklaratif dan pengetahuan procedural
Pengetahuan deklaratif adalah
pengetahuan bahwa sesuatu adalah begini atau begitu dan meliputi semua data
serta fakta, pengetahuan teoritis, semua pengalaman pribadi serta kesukaan
pribadi yang pernah dimasukan dalam ingatan jangka panjang. Bahwa seseorang
memiliki semua pengetahuan itu dapat dibuktikan dengan menggalinya dari
ingatan. “Arsip” pengetahuan ini ditambah dengam memperoleh pengetahuan yang
baru; hal ini merupakan tugas sehari-hari bagi nsiswa yang belajar disekolah.
Selayang pandang semua ini kelihatan biasa-biasa saja dan bebas dari
tantang-tantangan khusus. Namun, dalam kenyataan kerap timbul kesulitan dan tantangan
ada saat pengetahuan baru ditertemukan dengan pengetahuan lama dan pengetahuan
lama harus digali dari ingtan jangka panjang. Dalam kedua hal ini siswa yang
sudah mampu berefleksi atas pengalamannya di sekolah dapat memberikan kesaksian
panjang lebar, yaitu tentang kesulitan mengolah informasin baru dengan baik dan
mengingat kembali informasi lam (lupa). Para psikolog kognitif menaruh
perhatian khusus pada struktur dalam ingatan jangka panjang dan bagaimana
proses penggalian berlangsung, serta pada proses mengolah pengetahuan
deklaratif baru dan mengkaitkan dengan pengetahuan lama. Di bawah ini di bahas
dahulu beberapa hal yang menyangkut ingtan jangka panjang, kemudian beberpa hal
mengenai pengolahan engetahuan deklaratif baru. Bagaiman cara diperoleh
pengetaguan procedural diuraikan dilain tempat.
Sala
satu cara menggambarkan keadaan didalam igatan jangka panjangialah adanya
sejumlah jaringan proposisi yang yang kait-terkait dan menampung pengetahuan
deklaratif, serta adanya satuan-satuan produksi yang mengandung arsip
pengetahuan procedural dan terbesar di antara proposisi. Di antara semua
proposisi dan produksi itu terdapat interaksi, dalam arti produksi tersimpan
dekat pada jaringan proposisi yang ada hubungan dengan produksi itu, misalnya
produksi mengenai cara mengendarai sebuah mobil ditaruh dekat pada jaringan
proposisi yang berisikan pengetahuan tentang kendaraan roda empat. Akhirnya
tercipta suatu susunan jaringan prososisi dan satuan produksi yang sangat
kompleks, namun merupakan suatu keseluruhan yang berstruktur. Harus diingat
bahwa gambaran seperti dilukiskan di sini hanyalah merupakan suatu bayangan
mental; belum tentulah bahwa susunan dasar anatomis dalam otak juga demikian.
Kebanyakan jaringan proposisi dalam ingtan jangka panjang berada dalam keadaan
nonaktif; sebagian kecil sedang dalam keadaan aktif karena digali kembali, dan dipindahkan ke ingatan kerja serta
menjadi bagian dari informasi yang sedang diolah/dipikirkan di situ. Telah
ditimbulkan pertanyaan bagaimana caranya proposisi-proposisi tertentu telah
diaktifkan dalam ingatan jangka panjang. Caranya ialah masukan berupa
pengetahuan deklaratif baru yang dieterima dalam ingatan kerja menjadi kunci
atau perangsang untuk menggali kembali dalam ingtan jangka panjang pengetahuan
lama yang ada kaitan dengan pengetahuan
baru. Mula-mula hubungan itu hanya dengan sebagian dari informasi yang baru;
proposisi yang digali itu kemudian mengingatkan akan proposisi lain yang
mempunyai kaitan; lalu digali lagi proposisi lain lagi yangrelevan dan terkait,
dan seterusnya menurut garis-garis jaringan proposisi yang ada. Proses ini
dapat diumpamakan dengan arus listrik yang mengalir dari tempat yang satu ke
tempat yang lain melalui jaringan kabel yang dipasang. Misalnya masuk informasi
baru tentang anak yang menerbangkan laying-layang diudara; kata “laying-layang”
mengingatkan akan fakta bahwa layang-layang biasanya dibuata dari kayu tipisdan
kertas; kata “kayu tipis” mengingatkan akan bamboo yang dibelah-belah kecil
dengan pisau; kata “bambu” mengingatkan akan fakta bahwa ada bamboo tumbuh di
kolam belakag rumah; dan seterusnya. Proses penyebaran ini disebut “aktivasi” (activation),
misalnya seperti yang terjadi dalam berpikir asosiatif dimana kata yang satu
mengingatkan akan kata yang lain tanpa terdapat hubungan logis di antara
proposisi yang terdapat dalam jaringan proposisi; maka aktivasi ini akan
mengikuti tali/jalur hubungan logis itu.
Sebagaiman
diurikan diatas, proses peggalian ini dimulai dari munculnya suatu kunci atau
perangsang (cue) yang masuk kedalam ingatan kerja; kunci ini dapat
datang dri luar, misalnya pertanyaan pada lembar soal pada waktu ulangan,
tetapi dapat juga datang dari subyek sendiri, misalnya bilamana siswa sambil
mengerjakan soal matematiaka menanyakan kepada dirinya sendiri rumus yang harus
diterapkan. Kemudian melalui aktivasi terjadi penyebaran sebagaimana
digambarkan diatas, sampai informasi yang dibutuhkan berhasil ditemukan. Kalau
informasi tidak berhasil ditemukan, orang akan menciptakan suatu reaksi/
jawaban yang paling masuk akal (construction) berdasarkan informasi yang
dapat digali dan dipikiran logis. Dalam hal ini terjadi juga apa yang dimaksud
“perluasan” (elaboration), yaitu gali pengetahuan deklaratif (proposisi)
yang berkaitan dengan informasi yang dicari dan membantu untuk menciptakan
sendiri suatu reaksi/jawaban. Misalnya, siswa di SMU, paket program matematiaka
dan IPA, ditanyai apa alasan penumpang pesawat tidak boleh menghidupkan radio
kecil yang dibawa dalam tas dan tidak dapat langsung menjawab pertanyaaan itu.
Dia dapat mengingat bahwa pesawat selalu dilengkapi dengan peralatan radio yang
canggih; jadi ada dua radio dalam pesawat, yaitu radio pesawat dan radio
miliknya sendiri. Kemudian digali informasi bahwa suatu peralatan listrik yang
sedang hidup menimbulkan medan elektromagnetik; dari situ akhirnya disimpulkan
sendiri bahwa radio miliknya sendiri akan menimbulkan medan elekromagnetik,
yang akan mengganggu opersi radio pesawat sehingga keselamatan pesawat
terancam. Maka perluasan (elaboration) dapat membantu dalam menggali
iformasi yang tersimpan dalam ingtan jangka panjang.
Pengetahuan
deklaratif baru diperoleh bilamana suatu proposisi baru dihubungkan dengan
proposisis lama. Menghubung0hubungkan itu berlangsung dalam ingatan kerja
ketika informasi lama dan informasi baru dipertemukan untuk menghasilkan
pengetahuan baru, yang akirnya ditampung dalam propsisi baru dan dimasukan
dalam ingtan jangka panjang sebagai komponen baru dalam jaringan proposisi yang
terkait. Misalnya, siswa mencari jawaban atas pertanyaan mengapa sebuah jeruk
yang ditaruh dilemari es beberapa waktu lamanya dan kemudian diambil, selang
beberapa waktu akan terasa basah. Informasi baru yang masuk ke dalam ingtan
kerja ialah kulit jeruk terasa basah karena tetes-tetes air yang melekat pada
kulit itu. Informasi lama yang tersimpan di ingatan jangka panjang ialah fakta
bahwa suhu uda yang turun akan melepaskan uap air yang terkandung didalamnya.
Kedua masukan ini dihubungkan satu sama lain untuk menghasilkan pengetahuan
baru, yaitu suhu kulit jeruk yang lebih dingin dibandingkan suhu udara yang
mengelilinginya akan menyebabkan terlepasnya uap air dalam udara, yang kemudian
mengembun dan melekat pada kulit jeruk. Contoh ini sekaligus mengilustrasika
terjadinya perluasa (elaboration) dalam proses pengolahan di ingatan
kerja;jadi kali ini perluasan membantu dalam memperoleh pengetahuan deklaratif
baru. Dalam contoh tadi perluasan berisiskan suatu kesimpulan logis, tetapi
perluasan juga dapat berisikan suatu contoh, pengisian suatu detail, atau suatu
tambahan pada materi yang sedang diolah; pada dasarnya, perluasan menambahkan
pengetahuan deklaratif baru pada informasi yang masuk keingatan kerja dari
pusat penampung. Kunci keberhasilan pengolahan masukan melalui proses perluasan
terletak dalam kebermaknaan, artinya perolehan pengetahuan deklaratif baru harus
bermakna karena mempunya kaitan dengan hal-hal yang sudah diketahui. Subyek
sendirilah yang bertugas menciptakan kebermaknaan itu dalam berbagai bentuk,
seperti menangkap hu bungan logis, membuat bagian-bagin atau satuan-satuan,
menghubungkan dengan pengalamn hidup sehari-hari, mencari contoh-contoh, dan
lain sebagainya.
Perluasan
dan kebermaknaan berhubungan erat dengan organisasi, dalam arti
mengorganisasikan masukan baru dengan
cara memecahkan atas bagian-bagian, menyistematikanya dalam berbagai kelompok,
dan lain sebagainya. Sudah barang tentu bahwa pengetahuan deklaratif yang sudah
dimiliki akan sangat membantu dalam mengadakan organisasi dan sistematisasi.
Semua ini mengkibatkan bahwa proses pengolahan dalam ingtan kerja menghasilkan
sesuatu yang lebih matang, lebih masak dan lebih Nampak kaitanya dengan
pengetahuan yang sudah dimiliki. Di samping itu, mengingat bahwa jumlah materi
yang dapat diolah sekaligus dalam ingtan kerja (=ingtan jangka pendek)
terbatas, organisasi membantu untuk mengurangi jumlah hal yang harus dihadapi
dengan membagi-bagi atau menggolong-golongkan. Misalnya, seseorang dihadapkan
pada 15 kata untuk dihafal, yaitu kursi, anjing, bis, sepeda motor, lampu,
meja, kucing, sedan, truk, sapi, luwak, karpet, tikus, ikan, dan bajaj. Akan
sulit untuk menghafal 15 kata ini sekaligus, apalagi dalam urutan sesuai
penyajian. Akan jauh lebih mudah dan akan lebih baik hasilnya bila ke-15 kata
itu dikelompokan dahulu dalam tiga kelompok yaitu hewan, alat rumah tangga, dan
kendaraan. Yang termasuk kelompok hewan dipelajari dahulu, kemudia yang
termasuk dua kelompok lainya. Dengan demikian 15 hal dikurangi menjadi tiga hal
dasar (clustering), yang satu demi satu dipelajari dan dimasukan kedalam
ingtan jangka panjang. Terdapat banyak indikasi bahwa pengorganisasian dan
sistematisasi selama pengolahan materi dalam ingtan kerja, meningkatkan mutu
penyimpanan dalam ingtan jangka panjang dan mempermudah serta mempertajam
penggalian informasi yang tersimpan, meskipun belum seluruhnya jelas mengapa
hal ini demikian.
Uraian
tentang perluasan dan organisasi yang disajikan di tas mengundang beberapa
implikasi bagi proses mengjar dan belajar di sekolah. Pertama, perlu diingat
bahwa ingatan kerja terbatas baik dalam kuantitas bahan baru yang dapat
dicernakan maupun dalam lama waktunya yang tersedia untuk pengolahan, sebelum
terdesak keluar kedalam ingatan jangka panjang atau menghilang sama sekali.
Bilaman guru mengadakan metode ceramah,banyaklah ide baru yang disampaikan
kepada siswa untuk ditampung dalam sejumlah proposisi, belum tentulah bahwa
semua informasi baru jadi diolah dengan baik karena terlalu banyak yang harus
diolah sekaligus, atau karena siswa mengadakan perluasan spontan pada satu-dua
ide dan sudah tidak memperhatikan ide lainya (jai tidak pernah diolah,
jangankan masuk kedalam ingtan panjang; aka keluar dan menghilang!). maka
disarankan supaya jumlah ide yang disajikan dibatasi, antara lain dengan
mengadakan “clustering”, dan mengulang-ulang ide-ide pokok dengan
berbagai cara. Kedua, pada umumnya siswa harus dibantu dalam hal perluasan dan
organisasi serta dirangsang untuk melakukanya. Perluasan dapat ditingkatkan
dengan menunjukan hubungan dengan materi lama yang relevan atau hubungan dengan
sesuatu yang relevan di luar bidang studi, dengan minta siswa untuk
membayangkan masukan/informasi baru, dengan menggunakan media pengajaran
audiovisual, dengan mengadakan perbandingan dengan hal yang lain, dengan
menanyakan koneksi yang dibuat oleh siswa sendiri, dengan menyuruh mencari
contoh-contoh, dn lain sebagainya. Organisasi materi dapat ditingkatkan dengan
memberikan suatu introduksi yang memuat garis-garis besar dari materi yang
harus dipelajari, dengan menggolong-golongkan hal-hal tertentu sesuia dengan
konsep baru yang harus dipelajari tau konsep lama yang sudah dimiliki, dengan
membuat catatan tentang hal-hal pokok di papan tulis, dengan bertanya-tanya
tentang kesimpulan yang dapat ditarik, dan lain sebagainya. Ketiga, mengingat
tuntutan tentang perluasan, organisasi dan kebermaknaan materi pelajaran, guru
harus menentukan apakah buku-buku pelajaran yang digunkan oleh siswa sesuai
atau tidak. Belum tentulah bahwa buku pegangan yang berjudul sebagai “buku
pelajaran” memenuhi tuntutan itu.
Seseorang
yang sudah ahli dalam suatu bidanng dan yang bukan, dapat dibedakan terutama
berdasarkan pengetahuan procedural yang mereka miliki; yang pertama jauh lebih
mahir dalam menentukan pola-pola umum dan jauh lebih cekatan dalam mengadakan
operasi mental dengan menggunakan lambang seperti kata dan bilangan. Kenyataan
ini dapat mudah disaksikan bila dibandingkan cara beroperasi seorang kampium
catur dan seorang amatir, seorang ahli fisika yang sudah berpengalaman lama
dengan seorang mahasiswa ilmu fisika yang baru mulai studinya, seorang dokter
ahli kandungan senior dengan seorang yng masih junior. Seorang siswa yang masih
belajar jenjang pendidikan menengah tidak dituntut unntuk menunjukan kemahiran
yang setaraf dengan seorang ahli dalam bidang ilmu tertentu, tetapi siswa itu
boleh dituntut untuk menguasai kemampuan dasar, seperti barbahas baku dengan
tepat, berhitung dengan tepat dan tahu cara mendekati berbagai persoalan dalam
bidang studi yang digelutinya. Maka, para psikolog kognitif menyelidiki bagaiman
pengetahuan procedural diperoleh dan bagaiman siswa dapat dibantu untuk
memperolehnya. Dibedakan antara dua macam pengetahuan procedural, yaitu tahu
cara mengenal suatu pola (pattern-recognition) dan tahu cara
merangkaikan/menguratkan sejumlah langkah operasional terhadap lambing-lambanng
(action-seguence). Kedua macam pengetahuan biasanya aktif bersama
sehingga tidak dapat dipisahkan, meskipun tetap harus dibedakan karena proses
belajar yang melandasinya berlainan. Kedua-duanya dapat dituangkan dalam perumusan:
jika…, maka…, atau: kalau…, lalu…; tetapi apa yang berlangsung dalam alam
pikiran subyek tidak seluruhnya bersama. Misalnya, bila orang sudah mengetahui
apa ciri-ciri khas dari suatu computer pada sala satu di antara alat-alat itu.
Cara berpikirnta ialah: kalau saya melihat suatu alat elektronik yang mempunya
ciri-ciri… ini… ini… ini… dan ini, lalu saya akan mengatakan “inilah
komputernya” dan mengambilnya. Setelah ciri-ciri dikenal, diambil kesimpulan
bahwa alat itu adalah computer. Pengetahuan procedural macam ini melandasi
kemampuan untuk menggolong-golongkan obyek, seperti terjadi dalam pembentukan
konsep dan penggunaan konsep (pengertian) bila dituntut mengadakan klasifikasi.
Lainkah sifat prestsi bila dirangkaikn suatu urutan lngkah operasionl terhadp
lmbang mental danverbl, misalnya bila seseorang diminta menruh sebuah bola di
alas miring, tanpa bola itu mengelinding ke bawah. Tugas ini dpat dikerjkn
dalam pikiran dahulu, kemudian melaksanakanya. Cara berpikirnya ialah: jika
akhirny beda yang bulat ini harus dicegah menggelinding ke bawah, maka saya
akan menaruh bahan pelekat pada alas itu, dan kemudian menaruh bola diatas
lapisan lem, dan kemudian memegang bola itu sampai lem yng mengenai permukaan
bola itu mongering sehingga bola tertahan. Macm pengetahuan procedural ini
melandasi kemampuan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan menurut suatu
urutan yng mencerminkn keteraturan, lebih dahulu secara mental dan kemudian
juga dalam kenyatan bila dibutuhkan. Dari kedua contoh itumenjadi jelas pula,
bahwa pada pengenalan suatu pola sesudah kata “maka” atau “lalu” hanya terjadi
satu kegiatan yaitu mengklasifikasikan, sedangkanpada perangkian
langkahoperasional terjadi beberppa kegitan.
Banyak
pola dipelajari tanpa melalui proses belajar-mengajar yang formal dn langsung,
seperti dpat disaksikan pada nk kecil yang memperoleh mikil kosa-kata yang
cukup luas. Anak belajatr nama-nama yang memang sudah tersedia untuk menunjukan
obyek tertentu. Melalui generalisasi dan diskriminasi anak belajar untuk memberikan
reaksi yang sama, yang berupa kata tertentu, pada aneka obyek yang memiliki
beberapa ciri/atribut yang sama. Anak kecil akan belajar banyak konsep konkret
yang menunjukan pada sekian obyek dalamlingkungan fisik; sejak dia masuk jalur
pendidikan formal akan ditambah banyak konsep yang didefenisikan, sebagaimana
telah dijelaskan di bagian B, 3, b dalam Bab ini. Adanya generalisasi
menjelaskan bagaimana orang dapat menggolongkan/mengklasifikasikan
contoh-contoh baru dari suatu konsep, padahl mereka belum pernah menjumpai
contoh itu. Dalam contoh yang baru itu dikenal kembali suatu pola yang sudah
dipahami dan diketahui, misalnya mengenal (kembali) suatu “portable computer”
meskipun belum pernah melihat model computer yang msuk dlam koper kecil. Namun,
terdapat juga indikasi bahwa orang mengklasifikasikan bukan berdasarkan
generalisasi, melaikan berdasarkan pencocokan atau analogi (instance
matching). Dalam kasus ini suatu obyek baru dibandingkan dengan beberapa
obyek mirip yang sudah dikenal, dan obyek lama yang menjadi contoh paling mirip
dan paling dekat dengan yang baru, digunakan untuk menentukan golongan t=yang
sesuai/cocok untuk obyek baru. Misalnya, orang yang menentukan seekor seranggga
yang belum pernah dijumpainya dan ahkirnya mengklasifikasikan sebagai “ semut”
karena paling mirip dengan serangga lain yang dikenal, yang tergolong kelompok
semut. Dalam kenyataan manusia kiranya menggunakan baik generalisasi dengan
menyimpan suatu skema konseptual atau prototipr dalam ingtannya mupun
pencocokan atau analogi. Namun, kemampuan mengadakan klsifikasi secara luas dan
mengenal (kembali) pola-pola tertentu, sangat mendukung kemampuan merangkaikan
sejumlah langkah opersional terhadap lambing-lambang mental dan verbal. Oleh
karena itu, belajar mengenal suatu pola bru dan mengenal kembali suatu pola
lama mendapat perhatian khusus dalam pengajaran di sekolah. Khususny dalam
belajar konsep baru generlisasi dan diskriminasi memegang peranan kunci,
sebagaiman akn diuraikan kemudian.
Bilamana
siswa harus mempelajari pola yng baru, mereka sebaiknya dihadapkn pada sneak
contoh yng mengandung ciri/atribut relevan yang sama, meskipun berbeda mengenai
ciri/atribut yang tidak relevan;atau dia memilih buku pelajaran yang menyajikan
contoh yang demikian. Conto uang digunkan harus bervariadi luas dlam
ciri/atribut yang tidk relevan. Jangan sampai terbentuk konsep yang terlalu
sempit dan pola yang dipelajari kurng luas. Misalnya bilaman diajarkan konsep
“perawat” di sekolah dassr, janganlah hanya disajikan gambar perawat wanita atu
disajikan cerita tetang wanita saja yang merawat orang sakit. Kalau demikian
siswa akhirnya akan memperoleh suatu skema konseptual tentang perawat yang
mesti berjenis kelamin perempuan; padahal jenis kelamin perempuan bukan
ciri/atribut releva untuk seorang perawat. Disajikannya aneka contoh yang
mengena menunjung diadakannya generalisasi, sehingga jajaran obyek yang
tertampung dalam skema konseptual semakin luas. Sebaliknya, diskriminasi
membatasi jajaran obyek itu yaitu mengecualian sejumlah obyek dari skema
konseptual yang sedang dipellajari. Misalnya, bilamana siswa di sekolah
menengah sedang mempelajari semua obyek dapat ditemukan di sebuah gua,dia harus
menjaga diri terhadap kekacauan dalam pengertian dan mengadkan diskriminasi
antara stalaktit dan stalagmite. Perlu disajikan contoh/gambit dari sebuah
stalaktit, yang segera diikuti oleh contoh gambar stalagmite. Gambar yang
terakhir adalah suatu noncontoh, artinya contoh yang tidak memiliki
ciri/atribut yang khas bagi suatu stalaktit yaitu berdiri tegak.
J. R. Anderson, aeorang pakaar psikologi
kognitif, membayangkan proses belajar menguasai suatu rangkaian langkah
operasional sebagai berikut; uratan langkah yang harus diambil disajikan kepada
dirinya dalam bentuk diskrimanitf, yaitu serangkaian proposisi, kemudian
rangkaian langkah operasional mulai dilaksanakan pelan-pelan; akhirnya
berbentuklah pergantian warna lampu lalu lintas dari merah ke hijau; pasanglah
kembali persenelling satu; tancapkan gas pelan-pelan; gantikanlah persenelling
satu ke persenelling dua; dan seterusnya. Dalam empat langkah ini terdapat
empat proposisi yang masing-masing memiliki unsur relasi dan unsur
topik/satuan, yang digali dari ingatan dan yang menyertai/menutnun rangkaian
tindakan yang dilakukan. Komplikasi pengetahuan ini dibayangkan sebagai suatu
proses tersendiri dengan dua unsur yaitu pembentukan prosedur dan komposisi.
Dalam pembentukan prosedur diperoleh pengetahuan deklaratif mengenai urutan
operasi yang harus dilakukan.
Komposisi merupakan unsur kedua dalam komplikai
pengetahuan. Melalui komposisi semua langkah dalam keseluruhan rangkaian lagkah
operasional dihubungkan satu sama lain. Kemudian produksi yang ketiga
dihubungkan dengan produksi yang baru tadi (hasil produksi satu dan dua), dan
seterusnya. Dalam suatu rangkaia operasi mental terhadap lambang melulu,
seperti kata dan angka, terjadinya komposisi ini sulit dibayangkan, lebih mudah
dibayangkan komposisi ini dalam rangkaian operasi mental yang menyertai fase
latihan dalam belajar keterampilan motorik, di mana ingatan kerja juga sangat
aktif. Namun, siswa di sekolah harus memperoleh sejumlah produksi (pengetahuan
prosedual) yang menuntut kemampuan untuk merangkaikan sejumlah langkah
operasional yang berlangsung, belajar menyusun kalimat bahasa asing menurut
kaidah tertentu, dan memperoleh kemahiran dalam membaca.
Belajar pengetahuan prosedual ditunjang
melalui latihan. Alasannya ialah pada waktu diadakan latihan dua mata rantai
dari keseluruhan prosedurr atau dua produksi dalam keseluruhan operasi mental
sedang berada dalam ingatan kerja, sehingga dapat diintegrasikan melalui
komposisi sebagaimana dijelaskan di atas. Latihan harus disertai pemberian
umpan balik informatif (feedbackI, yaitu pemberitahuan tentang hasil yang
diperoleh sampai sekarang dan tentang kekurangan yang mungkin masih ada.
Diperlukannya latihan dan umpan balik informatif selama proses penguasaan
pengetahuan prosedual berlawanan dengan persyaratan yang berlaku pada proses
belajar pengetahuan deklaratif, di mana latihan dan pemberian umpan balik tidak
dibutuhakan bila tujuannya adalah memahami dengan melalui perluasan dan
organisasi. Namun, latihan dalam memperoleh pengetahuan prosedual harus
disertai pengenalan kembali pola-pola tertentu, supaya penerapan rangkaian
langkah operasional tepat dan mengena.
·
Belajar Memecahkan problem
Selama siswa belajar di sekolah, dia
akan dihadapkan pada soal-soal untuk dipecahkan dan diatasi (problem salving).
Tugas mencari penyelesaian atas suatu soal yang pemecahannya belum diketahui
malah merupakan suatu pengalaman di sekolah yang dirancang oleh tenaga pe
ngajar. Para psikolog kognitif menaruh banyak perhatian pula pada proses
menghadapi dan mengatasi suatu soal dengan menggunakan kemampuan berpikir
(problem salving). Berkat kemampuan dalam teknologi elektronika dimungkinkan
sekarang untuk merancang studi penelitian mengenai aspek dalam bergulat
mengatasi suatu problem. Meskipun demikian, masih banyak hal yang belum
sepenuhnya jelas, sehingga belum dapat diberikan petunjuk yang pasti kepada tenaga
pengajar tentang bagaimana sebaiknya meningkatkan kemahiran siswa dalam
menyelesaikan suatu problem.Namun, dapat disajikan suatu cara memandang atau
suatu model berpikir tentang menghadapi dan mengatasi persoalan, dan dari situ
meunjukkan beberapa tindakan intruksional untuk disarankan kepada tenaga
pengajar.
Menurut pandangan aliran pengolahan
informasi (information processing) orang menghadapi problem bila ada tujuan
yang ingin dicapai, tetapi belum ditemukan sarana untuk sampai pada tujuan itu.
Melalui gambaran mental atau melalui proposisi problem direpresentasikan dalam
igatan kerja subyek. Kalau bentuk dan isi representasi itu tepat, yaitu
sungguh-sungguh mewakili problem yang dihadapi, pemecahannya dapat ditemuakan
melalui simpanan informasi yang diaktifkan.
Dalam menghadapi suatu problem orang
dapat menggunakan berbagai strategi atau siasat, yaitu urutan langkah
operasional mental tertentu untuk menentukan penyelesaian, strategi atau siasat
itu termasuk pengetahua prosedual dan sekali telah menjadi milik seseorang,
dalam penerapannya tidak diseratai taraf kesadaran yang tinggi. Di antara
strategi itu ada yang dapat dipergunakan secara luas karena tidak terikat pada
bidang ilmu atau bidang studi tertentu, ada pula yang bersifat spesifik karena terikat
pada bidang tertentu. Siasat yang bersifat umum ada yang bercirikan membatasi
pencarian pemecehan bilamana kelihatannya terdapat banyak sarana untuk sampai
pada penyelesaian soal, ada pula yang bercirikan memperluas pencarian pemecehan
bila sarana yang telah dipertimbangkan tidak membawa hasil yang diharapkan.
Strategi yang bersifat spesifik berkaitan erat dengan cara merepresentasikan
problem dalam ingatan kerja dan dengan pengetahuan serta pemahaman terstruktur
yang dimiliki oleh seseorang.
Bilamana orang dihadapkan pada problem
yang pemecahannya sudah diusahakan melalui berbagai jalan rutin dan belum
ditemukan, disarankan, untuk memperluas pencarian pemecahan. Dua cara yang
dapat digunakan ialah berpikir melalui analogi dan merencanakan secara spontan
usul banyak mengenai jalan yang dapat ditempuh (brainstroming).
Oendapat Ellen D. Gagne (1985), berpikir
secara analog merupakan suatu siasat pemecahan problem yang kuat, tetapi
akgaknya banyak orang kurang mahir dalam memanfaatkannya, diduganya bahwa
alasannya bahwa alasannya ialah kekurangan dalam pengetahuan deklaratif dan
perbedaan dalam bentuk representasi soal dalam ingatan kerja. Cara yang kedua
(brainstroming) berarti mengemukakan usul pemecahan sebanyak mungkin tanpa
menilai derajat keaktifannya dahulu, kemudian ditetapkan kriteria untuk menilai
ektivitas dari usul-usul yang diajukan. Akhirnya dipilih jalan/sarana pemecahan
yang paling baik. Terdapat indikasi bahwa cara yang kedua ini dapat
menghasilkan pemecahan yang lebih baik daripada bila orang sekedar mencoba-coba
saja. Namun, di sini pun disuga kuat bahwa kualitas usul-usul yang diajukan
berkaitan dengan kuantitas pengetahuan deklaratif yang dimiliki seseorang.
E.
Fungsi
Kognitif Bagi Pribadi Siswa
Melalui fungsi kognitif manusia menghadapi
objek dalam bentuk representif yang menghadirkansemua objek itu dalam
kesadaran. Hal ini paling jelas nampak dalm aktivitas mental berpikir.
1. Tarif
inteligemsi daya kreativitas. Istilah “intelegensi” dapat diartikan dengan dua
cara, yaitu:
a. Arti
luas: kemampuan untuk mencapai prestasi, yang di dalamnya berpikir memegang
peranan. Prestasi itu dapat diberikan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti
pergaulan sosial, teknis, perdagangan, pengatyran rumah tangga dan belajar di
sekolah
b. Arti
sempit: kemampuan untuk mencapai prestasi di sekolah, yang didalamnya berpikir
memegang peranan pokok. Intelegensi dalam arti ini, kerap disebut “kemampuan
intelektual” atau “kemampuan akademik”.
Didalam intelegensi terdapat beberapa
komponen, seperti intelegensi sosial, intelegensi praktis, intelegensi
teoritis. Berbagai komponen itu tidak berperan sama besar dalam memberikan
prestasi di berbagai kehidupan, misalnya dalam pergaulan sosial komponen
intelegensi sosial berperan lebih banyak. Komponen atau unsur itu juga tidak
sama-sama kuat dalam intelegensi yang dimiliki seseorang; pada orang A komponen
intelegensi lebih kuat. Maka, mungkin aja bahwa siswa A berprestasi lebih
tinggi dalam sebuah bidang studi yang menuntut banyak pemikiran teoritis,
sedangkan siswa B berperstasi lebih tinggi dalam banyak bidang studi yang
bersifat praktis (perbedaan inter-individual). Bahkan, siswa C mungkin lebih
tinggi dalam banyak bidang studi yang kedua (perbedaan antar-individual).
Mengenai hakikat intelegensi, belum ada
kesesuaian pendapat di antara para ahli. Variasi dalam pendapat nampak bila
pandangan ahli yang satu dibandingkan dengan pendapat ahli yang lain, khususnya
pendapat dari:
a) Terman:
intelegensi adalah kemampuan untuk berpikir abstrak.
b) Thorndike:
intelegensi adalah kemampuan untuk menghubungkan reaksi tertentu dengan
perangsang tertentu pula, misalnya orang mengatakan “meja”, bila melihat sebuah
benda yang berkaki empat dan mempunyai permukaan yang datar. Maka, makin banyak
hubungan (koneksi) semacam itu yang dimiliki seseorang, makin intelegensilah
orang itu.
c) Spearman:
intelegensi merupakan hasil perpaduan antara faktor umum dan sejumlah faktor
khusus. Faktor umum (faktor g) berperan dalam semua bentuk berprestasi,
sedangkan faktor-faktor khusus berperan dalam suatu bentuk prestasi tertentu,
seperti berkemampuan bahasa, bekemampuan matematis.
d) Thurstone:
intelegensi merupakan kombinasi dari berbagai kemampuan dasar (primary
abilities). Kemampuan yang bersifat dasar itu disebut “faktor-faktor utama” dan
berjumlah tujuh, yaitu faktor bilangan, ingatan, penggunaan bahasa, kelancaran
kata-kata, pemecahan problem, kecepatan dan ketepatan dalam mengamati,
pengamatan ruang, variasi dalam corak intelegensi pada orang-orang timbul
karena variasi dalam perpaduan di antara semua faktor itu.
e) Guilford:
intelegensi merupakan perpaduan dari banyak faktor khusus. Dibedakan antara
dimensi intelegensi: operasi intelektual, materi bagi operasi intelektual,
produk yang diperoleh sebagai hasil dari operasi tertentu terhadapt materi
tertentu.
f) Wechsler:
intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak dengan mencapai suatu tinjauan,
untuk berpikir secara rasional dan untuk berhubungan dengan lingkungan secara
efektif.
g) Binet:
intelegensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan,
untuk mengadakan penyususnan dalam rangka mencapai tujuan itu dan untuk
bersikap kritis terhadap diri sendiri.
h) Gardner:
mengembangkan pandangan bahwa terdapat beberapa macam intelegensi yang dapat
dibedakan yang satu dari yang lain. Dia mencatat bahwa kerusakan pada bagian
otak tertentu mengakibatkan gangguan terhadap intelegensi yang satu, tetapi
tidak terdapat intelegensi yang lain. Di samping itu, dikemukakannya bahwa
orang kerap mencolok dalam satu intelegensi, tetapi tidak menunjukan kemmapuan
tinngi dalam intelegensi yang lain. Jumlah intelegensi yang disebutkan adalah
tujuh, yaitu kemampuan dlam berbahasa; kemampuan dalam berpikir secra logis
atau matematika; kemampuan dalam pengamatan ruang; kemampuan dalam produksi dan
ekspresi musik; kemampuan dalam mengontrol gerak jasmani; kemampuan dalam
bergaul dengan orang lain; kemampuan dalam mengenal diri sendiri.
i)
Sternberg: mengemukakan pandangan yang
dikenal dengan nama: Teori triarkhis mengenai intelegensi, artinya teori yang
mengandung tiga bagian. Bagian pertama menyangkut berbagai proses mental yang
menjadi komponen pokok dalam operasi mental terhadap reprensiansi dari
objek-objek dalam alam pikiran. Bagian kedua menyangkut kemampuan seseorang
untuk menghadapi tantangan baru secara efektif, dan mencapai taraf kemahiran
dalam berfikir sehingga mudah berhasil dalam mengatasi segala permasalahn yang
muncul. Bagian ketiga dalam teori Sternberg menyoroti kemampuan untuk
menepatkan diri sendiri dalam lingkungan yang memungkinkan akan berhasil, untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan itu dan untuk mengadakan perubahan
terhadapt lingkungan itu bila perlu.
Torrance telah mengembangkan dua
macam tes kreativitas, yang satu verbal dan yang
lain grafis. Dalam tes yang pertama subjek dituntut mengerjakan berbagai soal
dengan menggunakan bahasa, misalnya memikirkan dan menyebutkan sebanyak mungkin
cara memanfaatkan sebuah kaleng bekas. Dalam tes yang kedua subjek disuruh
untuk mengerjakan beberapa tugas tanpa menggunakan bahasa, misalnya membuat
sejumlah gambar yang masing-masing membuat dua garis vertikal yang paralel.
Semua soal/tugas itu diberi skor tiga komponen, yaitu orisinalitas (sangat
sedikit orang menghasilkan pikirkan seperti itu), variasi (beberapa jumlah
jawaban yang berbeda), dan fleksibilas (beberapa jumlah golongan jawaban yang
berbeda).
Yang terakhir ini adalah kemampuan untuk
berhasil di sekolah menengah umum. Semakin tinggi kemampuan belajar, samakin
besar kemungkinan untuk berhasil di jenjang itu dengan taraf keberhasilan yang
semakin tinggi pula.
Bakat
khusus merupakan kemampuan yang menonjol disuatu bidang
tertentu, misalnya dibidang studi matematika atau bahasa asing. Orang sering
berpendapat, bahwa semua bakat khusus merupakan sesuatu yang langsung
diturunkan oleh orang tua, misalnya bakat khusus dibidang matematika diperoleh
oleh orang tua melalui proses generasi biologis.
Hanya dalam bakat khusus terdapat
pengaruh keturunan yang lebih langsung, yaitu bakat dibidang musik, berbicara
bahas asing dan disatu dua bidang olahraga. Namun, yang terakhir ini pun tak
akan nampak jelas pada awal pada masa remaja, karena baru pada masa itu anak
telah memperoleh cukup banyak pengalaman, sehingga terbentuk suatu bakat
khusus.
Organisasi
kognitif menunjuk pada materi yang sudah dipelajari,
disimpan dalam ingatan; apakah tersimpan secara sistematis atau tidak. Hal ini
sangat bergantung pada cara materi dipelajari dan di olah; makin mendalam dan
makin sistematis pengolahan materi pelajaran, makin baiklah taraf organisasi
dalam ingatan itu sendiri. Kalu semua itu tersimpan dalam ingatan secara
terorganisasi, siswa berkemampuan belajar lebih besar dari pada siswa yang
telah mempelajari banyak hal, tetapi tidak pernah menciptakan suatu bebtuk
organisasi yang serasi dalam ingatan.
Kemampuan
berbahasa mencakup kemampuan untuk menangkap inti suatu
bacaan dan merumuskan pengetahuan dan pemahaman yang di peroleh itu dalam
bahasa yang baik, sekurang-kurangnya bahasa tertulis. Mengingat kaitan yang ada
antara berpikir yang tepat dan berbahasa yang benar, maka tidak mengherankan
bahwa siswa yang kurang mampu berbahasa, tertinggal dibelakang dibanding dengan
siswa yang berbahasa baik.
Daya
fantasi berupa aktifitas kognitif yang mengandung banyak
pikiran dan sejumlah tanggapan. Yang bersama-sama menciptakan sesuatu dalam alam
kesadaran. Dalam alam fantasi orang tidak hanya menghadirkan kembali hal-hal
yang pernah diamati, tetapi menciptakan sesuatu yang serba baru. Misalnya,
tanggapan “semut sebesar gajah” bukanlah sesuatu yang pernah diamati, meskipun
materi untuk tanggapan itu, yaitu semuat dan gajah, berasal dari pengalam
sensorik yang konkret. Dalam alam fantasi semuanya mungkin saja terjadi, karena
subjek bebas dari keterikatan pada realitas fisik; dengan demikina terciptalah
hal-hal yang imaginatif.
Dibedakan antara fantasi yang disadari
dan yang tidak disadari. Misalnya, seorang sastrawan yang mengarang kisah
roman, bergerak dalam alam fantasi secara sadar, sedangkan seorang anak kecil
yang menceritakan sesutau yang sebenarnya tidak terjadi, bergerak dalam alam
fantasi tanpa menyadari hal itu.
Daya fantasi mempunyai kegunaan kreatif,
antipasif, rekreatif dan sosial. Fantasi dapat berguna dalam menciptakan
sesuatu yang baru (kreasi), dalam
membayangkan kejadian mendatang dan mempersiapkan diri menghadapi kejadian itu
(antisipasi), dalam melepaskan diri dari ketengangan hidup sehari-hari
(rekreasi) dan dalam menempatkan diri dalam situasi hidup orang lain (sosial).
Dalam pendidikan sekolah, daya fantasi dapat membantu siswa pula, misalnya
dalam rangka kegiatan ekspresi (kreasi) dan bidang studi ilmu sosial seperti
geografi dan sejarah (sosial).
Gaya
belajar merupakan cara belajar yang khas dari siswa. Gaya
belajar mengandung beberapa komponen, antara lain gaya kognitif dan tipe
belajar. Gaya belajar kognitif adalah cara khas yang digunakan seseorang dalam
mengamati dan beraktivitas mental dibidang kognitif. Cara khas ini bersifat
sangat individual yang kerap kali tidak disadari dan, sekali terbentuk,
cenderung bertahan terus. Dewasa ini dibedakan empat gaya kognitif yaitu:
a. Kecenderungan
untuk mengamati dan berpikir secara analitis. Sesuatu yang dipelajari ditinjau
dari beberapa sudut dan seolah-olah dibagi atas beberapa bagian yang
masing-masing diperdalam, untuk kemudian digabung lagi. Gaya seperti ini
dilawankan dengan kecenderungan untuk mempelajari sesutau secara golbal tanpa
mengadakan pemotongan atau pembagian.
b. Ketahanan
terhadap kecenderungan untuk meninggalkan arah atau cara yang telah dipilih
dalam mempelajari sesuatu. Sekali dipilih suatu cara yang dinilai tepat, apakah
cara itu mudah ditinggalkan untuk diganti dengan cara lain yang nampaknya lebih
mudah, tetapi sebenarnya kurang tepat.
c. Luas
sempitnya pembentukan pengertian (konseptualisasi); apakah seseorang cenderung
untuk mebentuk konsep-konsep yang luas atau yang lebih terbatas. Yang pertama
mencakup banyak hal sekaligus, yang kedua mencakup beberapa hal saja.
d. Kecenderungan
untuk sangat memperhatikan perbedaan antara objek atau kurang memperhatikannya.
Hal ini terutama menyangkut pengamatan yang dalam belajar dapat memegang
peranan penting.
Kecenderungan ini mungkin dipengaruhi
oleh gaya kognitif yang mendasarinya, yaitu bereaksi dengan sangat cepat, namun
kurang tepat (implusif). Dengan meningkatkan umur anak pada umumnya menjadi
lebih reflektif, namun anak yang sejak umur muda cenderung bereaksi dengann
ceoat tidak akan berbalik menjadi orang yang bereaksi reflektif. Siswa yang
cenderung untuk terlalu implusif dalam bersepsi dan mengerjakan sutau tugas
belajar, harus dibantu untuk bekerja dengan lebih lambat, misalnya dengan
menganjurkan supaya membaca soal dalam secara teliti dan menjawabnya secara
terencana.
Mengenai kemungkinan meningkatkan taraf
intelegensi, para ahli cenferung berpandangan agak optimis, kalau dilakukan
sebelum anak masuk sekolah dasar. Kemungkinan itu dianggap lebih kecil, bila
siswa berada pada tahap pendidikaan Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan tingkat
Pertama. Setelah masuk sekolah Lanjutan Tingkat Atas , peningkatan yang berarti
kiranya tidak dapat diharapkan , lebih-lebih kalau selama tahun-tahun
sebelumnya hal itu sama sekali tidak diusahakan. Bahkan ada pengarang yang
berpendapat, bahwa taraf intelegensi, sejauh diukur dalam tes intelegensinumum
(General Intelegence Test), tidak
dapat diharapkan akan meningkatkan secara berarti sesudah umur 10 tahun;
misalnya Benyamin Bloom dalam bukunya Human
Charakteristics and Scool Learning.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dengan mempelajari psikologi,
berarti kita berusaha untuk mengenal manusia, mengetahui aspek-aspek kepribadian
manusia dan memahami agar dapat menguraikan dan menggambarkan tingkah laku
manusia.
Salah satu aspek kepribadian itu misalnya keterbukaan, yaitu sikap terbuka
terhadap dunia luar, sikap mau memahami perasaan orang lain, sikap mudah
menerima pendapat orang lain dan sikap ini bersifat menetap dan menjadi ciri
bagi orang yang bersangkutan, yang individual dari orang tersebut.
3.2. Saran
Penulis menyadari banyak kesalahan
dalam pembuatan makalah ini, maka penulis meminta maaf atas kekurangan yang
penulis lakukan. Maka penulis meminta kritik dan sarannya dari rekan-rekan dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semuanya.
DAFTAR PUSTAKA
Suryabrata, Sumadi. 2011. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
S. J, W.S. Winbel. 2009. Psikologi Pengajaran. Djogyakarta: Media Abadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar