Sabtu, 23 November 2013

MAKALAH SOSIOLOGI SASTRA

BAB 1
PENDAHULUAN


1.1.  Latar Belakang
         Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara.Pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Didalam makalah ini kami akan membahas mengenai sosiologi sastra. Sedikit akan kami bahas mengenai sosiologi sastra. Sosiologi adalah pengetahuan atau ilmu tentang sifat, perilaku, dan perkembangan masyarakat, ilmu tentang struktur sosial, proses sosial, dan perubahannya. Sosiologi sastra adalah karya sastra para kriktikus dan sejahrawan yang terutama mengungkapkan pengarang yang di pengaruhi oleh status lapisan masyarakat tempat yang berasal, idiologi politik dan sosialnya, kondisi ekonomi serta khalayak yang ditujunya.
     Kami membahas mengenai definisi sastra, sejarah, manfaat mengenai sosiologi sastra yang akan menambah pengetahuan pembaca. Bahwa telah banyak penelitian yang membahas mengenai sosiologi sastra, namun kami akan mencoba mengulas tentang materi ini. Sosiologi sastra sesungguhnya sangat bermanfaat bagi perkembangan sastra maupun untuk penelitian. Untuk itu kami memilih materi ini.

1.2.  Rumusan Masalah
      Rumusan masalah yang terdapatdi dalam makalah ini yaitu:
1.      Apakah yang dimaksud dengan definisi Sosiologi Sastra ?
2.      Bagaimana perkembangan sejarah Sosiologi Sastra ?
3.      Apa saja teori pendekatan dalam Sosiologi Sastra ?

1.3.  Tujuan Masalah
1.      Mahasiswa dapat mengetahui tentang definisi Sosiologi sastra.
2.      Mahasiswa dapat memahami tentang perkembangan sejarah Sosiologi sastra.
3.      Mahasiswa dapat mempelajari teori-teori pendekatan dalam pelajaran Sosiologi sastra dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

1.4.  Manfaat Makalah
Manfaat penulisan dalam makalah ini adalah untuk penulis dan pembaca adalah untuk menambah ilmu pengetahuan tentang Pendidikan dan sangat pentingnya pendidikan bagi setiap warganegara, guna memecahkan permasalahan hidup yang mereka laksanakan.




           









BAB II
PEMBAHASAN


2.1. Definisi Sosiologi Sastra
        Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari kata sos (Yunani) yang berarti bersama, bersatu, kawan, teman, dan logi (logos) berarti sabda, perkataan, perumpamaan. Sastra dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajarkan, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Merujuk dari definisi tersebut, keduanya memiliki objek yang sama yaitu manusia dan masyarakat. Meskipun demikian, hakikat sosiologi dan sastra sangat berbeda bahkan bertentangan secara dianetral. Sosiologi adalah ilmu objektf kategoris, membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini (das sain) bukan apa yang seharusnya terjadi (das solen). Sebaliknya karya sastra bersifat evaluatif, subjektif, dan imajinatif.
         Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertolak dari orientasi kepada semesta, namun bisa juga bertolak dari orientasi kepada pengarang dan pembaca. [1]Sosiologi adalah pengetahuan atau ilmu tentang sifat, perilaku, dan perkembangan masyarakat, ilmu tentang struktur sosial, proses sosial, dan perubahannya. Sosiologi sastra adalah karya sastra para kriktikus dan sejahrawan yang terutama mengungkapkan pengarang yang di pengaruhi oleh status lapisan masyarakat tempat yang berasal, idiologi politik dan sosialnya, kondisi ekonomi serta khalayak yang ditujunya.





2.2. Sejarah Sosiologi Sastra
     [2]Istilah kesusastraan seperti yang kita pahami sekarang berasal dari tahun-tahun terakhir abad XVIII. Semula orang tidak “membuat” kesusastraan tetapi “memiliki”. Ia merupakan ciri keanggotaan pada kategori orang-orang yang “bersastra” (lettres). Untuk orang yang sezaman dengan Voltaire, kesusastraan adalah lawannya “publik” atau dengan kata lain rakyat. Jadi, yang dimaksud adalah aristokrasi budaya. Maka mengingat bahwa kenyataan itu sendiri adalah fakta sosial, masalah hubungan kesusastraan dan masyarakat tidak dipermasalahkan. Sejak abad XV telah terjadi suatu evolusi yang bergerak lebih cepat pada abad XVIII.
        Disatu pihak, ketika pengetahuan menjadi terkotak-kotak dalam spesialisasi, proyek-proyek sains dan teknik cenderung berangsur-angsur terpisah dan kesusastraan yang sesungguhnya, sehingga cakupannya menciut dan terbatas pada hiburan saja. Sejak itu, karena seolah-seolah ditinggal sendiri, kesusastraan berusaha untuk membina hubungan baru dengan kolektifitas atau masyarakat. Di pihak lain, kemajuan-kemajuan budaya dan teknik tadi telah membuat kesusastraan lebih terpuruk. Di kalangan masyarakat pemakai kebutuhan akan sastra justru meningkat, dan melipat gandakan alat pengembangannya. Berkat ditemukannya percetakan, perkembangan industry buku, berkurangnya jumlah aksara, dan belakangan perkembangan teknik audio-visual apa yang semula merupakan hak istimewa dari suatu golongan aristokrasi yang “bersastra” berkembang menjadi kegiatan budaya dari golongan elit borjuis yang relatif lebih terbuka, lalu pada masa terakhir, alat promosi intelektual untuk masyarakat luas.




       Spesialisasi tersebut disatu pihak dan penyebarannya dipihak lain, mencapai titik kritis disekitar tahun 1800. Pada masa itulah mulai disadari orang dimensi sosial kesusastraan. Karya Madame de Stael yang diterbitbak waktu itu “De la literature considereedans ses rapports avec les institutions socials” ‘Kesusastraan ditinjau dari hubungannya dengan lembaga-lembaga sosial’, mungkin menrupakan usaha pertama di Prancis untuk menghimpun masalah sastra dan masyarakat dalam suatu studi yang sistematis.


2.3.Teori Pendekatan Sosiologi Sastra
Berikut adalah teori pendekatan sosiologi sastra menurut para ahli:
·         Ratna (2003:2) ada sejumlah definisi mengenai sosiologi sastra yang perlu dipertimbangkan dalam rangka menemukan objektivitas hubungan antara karya sastra dengan masyarakat, antara lain:
1.      Pemahaman terhadap karya sastra dengan pertimbangan aspek kemasyarakatannya.
2.      Pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek kemasyarakatan yang terkandung didalamnya.
3.      Pemahaman terhadap karya sastra sekaligus hubungannya dengan masyarakat yang melatar belakanginya.
4.      Sosiologi sastra adalah hubungan dua arah (dialektik) antara sastra dengan masyarakat.
5.      Sosiologi sastra berusaha menemukan kualitas interdependensi antara sastra dengan masyarakat.
·         Wellek dan Warren (1956: 84, 1990: 111) membagi sosiologi sastra sebagai berikut :
1.      Sosiologi pengarang, profesi pengarang, dan institusi sastra, masalah yang berkaitan disini adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial status pengarang, dan idiologi pengarang yang terlibat dari berbagai kegiatan pengarang diluar karya sastra, karena setiap pengarang adalah warga masyarakat, ia dapat dipelajari sebagai makhluk sosial. Biografi pengarang adalah sumber utama, tetapi studi ini juga dapat meluas ke lingkungan tempat tinggal dan berasal. Dalam hal ini, informasi tentang latar belakang keluarga, atau posisi ekonomi pengarang akan memiliki peran dalam pengungkapan masalah sosiologi pengarang (Wellek dan Warren, 1990: 112)
2.      Sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri yang menjadi pokok penelaahannya atau apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. Pendekatan yang umum dilakukan sosiologi ini mempelajari sastra sebagai dokumen sosial sebagai potret kenyataan sosial. (Wellek dan Warren, 1990: 122) Beranggapan dengan berdasarkan pada penelitian Thomas Warton (penyusun sejarah puisi Inggris yang pertama) bahwa sastra mempunyai kemampuan merekam ciri-ciri zamannya. Bagi Warton dan para pengikutnya sastra adalah gudang adat-istiadat, buku sumber sejarah peradaban.
3.      Sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan dampak sosial karya sastra, pengarang dipengaruhi dan mempengaruhi masyarakat, seni tidak hanya meniru kehidupan, tetapi juga membentuknya. Banyak orang meniru gaya hidup tokoh-tokoh dunia rekaan dan diterapkan dalam kehidupannya.
·         Klasifikasi Wellek dan Warren sejalan dengan klasifikasi Ian Watt (dalam Damono, 1989 : 3-4) yang meliputi hal-hal berikut:
1.      Konteks Sosial Pengarang
Ada kaitannya dengan posisi sosial sastrawan dalam masyarakat, dan kaitannya dengan masyarakat, pembaca termasuk juga faktor-faktor sosial yang dapat mempengaruhi karya sastranya, yang terutama harus diteliti yang berkaitan dengan :
o   Bagaimana pengarang mendapat mata pencahariannya, apakah ia mendapatkan dari pengayoman masyarakat secara langsung, atau pekerjaan yang lainnya;
o   Profesionalisme dalam kepengaragannya; dan
o   Masyarakat apa yang dituju oleh pengarang.
2.      Sastra Sebagai Cermin Masyarakat
Maksudnya seberapa jauh sastra dapat dianggap cermin keadaan masyarakat. Pengertian “cermin” dalam hal ini masih kabur, karena itu, banyak disalah tafsirkan dan disalah gunakan. Yang harus diperhatikan dalam klasifikasi sastra sebagai cermin masyarakat adalah :
1.   Sastra mungkin tidak dapat dikatakan mencerminkan masyarakat pada waktu ditulis, sebab banyak ciri-ciri masyarakat ditampilkan dalam karya itu sudah tidak berlaku lagi pada waktu ia ditulis;
2.   Sifat “lain dari yang lain” seorang pengarang sering mempengaruhi pemilihan dan penampilan fakta-fakta sosial dalam karyanya;
3.   Genre sastra sering merupakan sikap sosial suatu kelompok tertentu, dan bukan sikap sosial seluruh mayarakat;
4.   Sastra yang berusaha untuk menampilkan keadaan masyarakat secermat-cermatnya mungkin saja tidak dapat dipercaya sebagai cermin masyarakat.
Sebaliknya, sastra yang sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggambarkan masyarakat mungkin masih dapat digunakan sebagai bahan untuk mendapatkan informasi tentang masyarakat tertentu. Dengan demikian, pandangan sosial pengarang diperhitungkan jika peneliti karya sastra sebagai cermin masyarakat.

3.      Fungsi Sosial Sastra
Maksudnya seberapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai-nilai sosial. Dalam hubungan ini ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
1.   Sudut pandang ekstrim kaum Romantik yang menganggap sastra sama derajatnya dengan karya pendeta atau nabi. Karena itu, sastra harus berfungsi sebagai pembaharu dan perombak;
2.   Sastra sebagai penghibur saja;
3.   Sastra harus mengajarkan sesuatu dengan cara menghibur.

Menurut Ratna (2003: 332) ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat dan dengan demikian harus diteliti dalam kaitannya dengan masyarakat, sebagai berikut:
1.    Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin, dan ketiganya adalah anggota masyarakat.
2.    Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat yang pada gilirannya juga di fungsikan oleh masyarakat.
3.    Medium karya sastra baik lisan maupun tulisan dipinjam melalui kompetensi masyarakat yang dengan sendirinya telah mengandung masalah kemasyarakatan.
4.    Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat-istiadat dan tradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung estetik, etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas sangat berkepentigan terhadap ketiga aspek tersebut.
5.    Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersubjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya.
 Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa sosiologi sastra dapat meneliti melalui tiga perspektif. Pertama, perspektif teks sastra, artinya peneliti menganalisisnya sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya. Kedua, persepektif biologis yaitu peneliti menganalisis dari sisi pengarang. Perspektif ini akan berhubungan dengan kehidupan pengarang dan latar kehidupan sosial, budayanya. Ketiga, perspektif reseptif, yaitu peneliti menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks sastra.
Tiga Sudut Pandang Perspektif
1.      Perspektif karya sastra, artinya peneliti menganalisi karya sastra sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya.
2.      Perspektif pengarang yakni, peneliti menganalisis pengarang, persoalan-persoalan yang berhubungan dengan sejarah kehidupan pengarang dan latar belakang sosialnya yang bisa mempengaruhi pengarang dan isi karya sastranya.
3.      Perspektif pembaca, yakni penelitian menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks sastra dan pengaruh sosial karya sastra.

·         Teori Strukturalisme Genetik : memasukan faktor genetic dalam upaya memahami karya sastra. Genetic sastra artinya asal-usul karya sastra yang ditentukan oleh faktor-faktor,antara lain pengarang dan kenyataan sejarah yang turut mengkondisikan karya sastra saat diciptakan. Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat berpengaruh terhadap proses penciptaan karya sastra baik dari segi isi maupun segi bentuknya atau strukturnya.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam penerapan teori strukturalisme genetik adalah:
1.      Penelitian harus dimulai dari kajian unsur intrinsik sastra, baik secara parsial maupun dalam jalinan keseluruhan.
2.      Mengkaji latar belakang kehidupan sosial kelompok pengarang karena pengarang merupakan bagian dari komunitas kelompok tertentu.
3.      Mengkaji latar belakang sosial dan sejarah yang turut mengkondisikan karya sastra saat diciptakan oleh pengarang. Dari ketiga langkah tersebut akan diperoleh abstraksi pandangan dunia pengarang yang di perjuangkan oleh tokoh problematik.
·         Teori strukturalisme fungsional
1.      Menganggap struktur kelembagaan sastra sebagai sistem campuran yang berbeda dengan struktur lembaga-lembaga sosial lainnya, seperti keluarga, politik, dan ekonomi.
2.      Sastra sebagai struktur institusional harus memperhitungkan produk sastra sebagai objek atau proses pengalaman estetik dan sebagai mata rantai yang esensial dalam suatu jaringan hubungan-hubungan sosial dan cultural yang meluas.
















BAB III
PENUTUP


3.1. Kesimpulan
Hakikat sosiologi dan sastra sangat berbeda bahkan bertentangan secara dianetral. Sosiologi adalah ilmu objektf kategoris, membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini (das sain) bukan apa yang seharusnya terjadi (das solen). Sebaliknya karya sastra bersifat evaluatif, subjektif, dan imajinatif.
Sosiologi sastra dapat meneliti melalui tiga perspektif. Pertama, perspektif teks sastra, artinya peneliti menganalisisnya sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya. Kedua, persepektif biologis yaitu peneliti menganalisis dari sisi pengarang. Perspektif ini akan berhubungan dengan kehidupan pengarang dan latar kehidupan sosial, budayanya. Ketiga, perspektif reseptif, yaitu peneliti menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks sastra.
Didalam sosiologi sastra memiliki beberapa teori pendekatan, diantaranya: teori strukturalisme genetik dan teori strukturalisme fungsional.
                                                                                     










DAFTAR PUSTAKA

Escarpit, Robert. 2009. Sosiologi Sastra. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.




[1] KBBI
[2] Sosiologi Sastra Hal: 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar