BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Pendidikan
memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara.Pendidikan bertujuan
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Didalam
makalah ini kami akan membahas mengenai sosiologi sastra. Sedikit akan kami
bahas mengenai sosiologi sastra. Sosiologi adalah pengetahuan atau ilmu tentang
sifat, perilaku, dan perkembangan masyarakat, ilmu tentang struktur sosial,
proses sosial, dan perubahannya. Sosiologi sastra adalah karya sastra para
kriktikus dan sejahrawan yang terutama mengungkapkan pengarang yang di
pengaruhi oleh status lapisan masyarakat tempat yang berasal, idiologi politik
dan sosialnya, kondisi ekonomi serta khalayak yang ditujunya.
Kami membahas mengenai definisi sastra,
sejarah, manfaat mengenai sosiologi sastra yang akan menambah pengetahuan
pembaca. Bahwa telah banyak penelitian yang membahas mengenai sosiologi sastra,
namun kami akan mencoba mengulas tentang materi ini. Sosiologi sastra sesungguhnya
sangat bermanfaat bagi perkembangan sastra maupun untuk penelitian. Untuk itu
kami memilih materi ini.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang terdapatdi dalam
makalah ini yaitu:
1.
Apakah yang dimaksud dengan definisi
Sosiologi Sastra ?
2.
Bagaimana perkembangan sejarah
Sosiologi Sastra ?
3.
Apa saja teori pendekatan dalam
Sosiologi Sastra ?
1.3. Tujuan Masalah
1.
Mahasiswa dapat mengetahui tentang
definisi Sosiologi sastra.
2.
Mahasiswa dapat memahami tentang
perkembangan sejarah Sosiologi sastra.
3.
Mahasiswa dapat mempelajari
teori-teori pendekatan dalam pelajaran Sosiologi sastra dan dapat menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari.
1.4. Manfaat Makalah
Manfaat penulisan dalam makalah ini adalah untuk penulis dan pembaca adalah
untuk menambah ilmu pengetahuan tentang Pendidikan dan sangat pentingnya
pendidikan bagi setiap warganegara, guna memecahkan
permasalahan hidup yang mereka laksanakan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari kata sos (Yunani) yang berarti bersama, bersatu, kawan, teman, dan logi (logos) berarti sabda, perkataan,
perumpamaan. Sastra dari akar kata sas
(Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajarkan, memberi petunjuk dan instruksi.
Akhiran tra berarti alat, sarana.
Merujuk dari definisi tersebut, keduanya memiliki objek yang sama yaitu manusia
dan masyarakat. Meskipun demikian, hakikat sosiologi dan sastra sangat berbeda
bahkan bertentangan secara dianetral. Sosiologi adalah ilmu objektf kategoris,
membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini (das sain) bukan apa yang seharusnya terjadi (das solen). Sebaliknya karya sastra bersifat evaluatif, subjektif,
dan imajinatif.
Sosiologi sastra merupakan pendekatan
yang bertolak dari orientasi kepada semesta, namun bisa juga bertolak dari
orientasi kepada pengarang dan pembaca. [1]Sosiologi
adalah pengetahuan atau ilmu tentang sifat, perilaku, dan perkembangan
masyarakat, ilmu tentang struktur sosial, proses sosial, dan perubahannya. Sosiologi
sastra adalah karya sastra para kriktikus dan sejahrawan yang terutama
mengungkapkan pengarang yang di pengaruhi oleh status lapisan masyarakat tempat
yang berasal, idiologi politik dan sosialnya, kondisi ekonomi serta khalayak
yang ditujunya.
2.2. Sejarah
Sosiologi Sastra
[2]Istilah
kesusastraan seperti yang kita pahami sekarang berasal dari tahun-tahun
terakhir abad XVIII. Semula orang tidak “membuat” kesusastraan tetapi
“memiliki”. Ia merupakan ciri keanggotaan pada kategori orang-orang yang
“bersastra” (lettres). Untuk orang yang
sezaman dengan Voltaire, kesusastraan adalah lawannya “publik” atau dengan kata
lain rakyat. Jadi, yang dimaksud adalah aristokrasi budaya. Maka mengingat
bahwa kenyataan itu sendiri adalah fakta sosial, masalah hubungan kesusastraan
dan masyarakat tidak dipermasalahkan. Sejak abad XV telah terjadi suatu evolusi
yang bergerak lebih cepat pada abad XVIII.
Disatu pihak, ketika pengetahuan
menjadi terkotak-kotak dalam spesialisasi, proyek-proyek sains dan teknik
cenderung berangsur-angsur terpisah dan kesusastraan yang sesungguhnya,
sehingga cakupannya menciut dan terbatas pada hiburan saja. Sejak itu, karena
seolah-seolah ditinggal sendiri, kesusastraan berusaha untuk membina hubungan
baru dengan kolektifitas atau masyarakat. Di pihak lain, kemajuan-kemajuan
budaya dan teknik tadi telah membuat kesusastraan lebih terpuruk. Di kalangan
masyarakat pemakai kebutuhan akan sastra justru meningkat, dan melipat gandakan
alat pengembangannya. Berkat ditemukannya percetakan, perkembangan industry
buku, berkurangnya jumlah aksara, dan belakangan perkembangan teknik
audio-visual apa yang semula merupakan hak istimewa dari suatu golongan
aristokrasi yang “bersastra” berkembang menjadi kegiatan budaya dari golongan
elit borjuis yang relatif lebih terbuka, lalu pada masa terakhir, alat promosi
intelektual untuk masyarakat luas.
Spesialisasi tersebut disatu pihak dan
penyebarannya dipihak lain, mencapai titik kritis disekitar tahun 1800. Pada
masa itulah mulai disadari orang dimensi sosial kesusastraan. Karya Madame de Stael yang diterbitbak waktu
itu “De la literature considereedans ses rapports avec les institutions
socials” ‘Kesusastraan ditinjau dari hubungannya dengan lembaga-lembaga sosial’,
mungkin menrupakan usaha pertama di Prancis untuk menghimpun masalah sastra dan
masyarakat dalam suatu studi yang sistematis.
2.3.Teori Pendekatan Sosiologi Sastra
Berikut
adalah teori pendekatan sosiologi sastra menurut para ahli:
·
Ratna (2003:2) ada sejumlah definisi
mengenai sosiologi sastra yang perlu dipertimbangkan dalam rangka menemukan
objektivitas hubungan antara karya sastra dengan masyarakat, antara lain:
1.
Pemahaman terhadap karya sastra
dengan pertimbangan aspek kemasyarakatannya.
2.
Pemahaman terhadap totalitas karya
yang disertai dengan aspek kemasyarakatan yang terkandung didalamnya.
3.
Pemahaman terhadap karya sastra
sekaligus hubungannya dengan masyarakat yang melatar belakanginya.
4.
Sosiologi sastra adalah hubungan dua
arah (dialektik) antara sastra dengan masyarakat.
5.
Sosiologi sastra berusaha menemukan
kualitas interdependensi antara sastra dengan masyarakat.
·
Wellek dan Warren (1956: 84, 1990:
111) membagi sosiologi sastra sebagai berikut :
1.
Sosiologi pengarang, profesi
pengarang, dan institusi sastra, masalah yang berkaitan disini adalah dasar
ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial status pengarang, dan idiologi
pengarang yang terlibat dari berbagai kegiatan pengarang diluar karya sastra,
karena setiap pengarang adalah warga masyarakat, ia dapat dipelajari sebagai
makhluk sosial. Biografi pengarang adalah sumber utama, tetapi studi ini juga
dapat meluas ke lingkungan tempat tinggal dan berasal. Dalam hal ini, informasi
tentang latar belakang keluarga, atau posisi ekonomi pengarang akan memiliki
peran dalam pengungkapan masalah sosiologi pengarang (Wellek dan Warren, 1990:
112)
2.
Sosiologi karya sastra yang
memasalahkan karya sastra itu sendiri yang menjadi pokok penelaahannya atau apa
yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. Pendekatan
yang umum dilakukan sosiologi ini mempelajari sastra sebagai dokumen sosial
sebagai potret kenyataan sosial. (Wellek dan Warren, 1990: 122) Beranggapan
dengan berdasarkan pada penelitian Thomas Warton (penyusun sejarah puisi
Inggris yang pertama) bahwa sastra mempunyai kemampuan merekam ciri-ciri
zamannya. Bagi Warton dan para pengikutnya sastra adalah gudang adat-istiadat,
buku sumber sejarah peradaban.
3.
Sosiologi sastra yang memasalahkan
pembaca dan dampak sosial karya sastra, pengarang dipengaruhi dan mempengaruhi
masyarakat, seni tidak hanya meniru kehidupan, tetapi juga membentuknya. Banyak
orang meniru gaya hidup tokoh-tokoh dunia rekaan dan diterapkan dalam
kehidupannya.
·
Klasifikasi Wellek dan Warren
sejalan dengan klasifikasi Ian Watt (dalam Damono, 1989 : 3-4) yang meliputi
hal-hal berikut:
1.
Konteks Sosial Pengarang
Ada kaitannya
dengan posisi sosial sastrawan dalam masyarakat, dan kaitannya dengan
masyarakat, pembaca termasuk juga faktor-faktor sosial yang dapat mempengaruhi
karya sastranya, yang terutama harus diteliti yang berkaitan dengan :
o
Bagaimana pengarang mendapat mata
pencahariannya, apakah ia mendapatkan dari pengayoman masyarakat secara
langsung, atau pekerjaan yang lainnya;
o
Profesionalisme dalam
kepengaragannya; dan
o
Masyarakat apa yang dituju oleh
pengarang.
2.
Sastra Sebagai Cermin Masyarakat
Maksudnya seberapa jauh sastra dapat dianggap cermin keadaan masyarakat.
Pengertian “cermin” dalam hal ini masih kabur, karena itu, banyak disalah
tafsirkan dan disalah gunakan. Yang harus diperhatikan dalam klasifikasi sastra
sebagai cermin masyarakat adalah :
1. Sastra mungkin tidak dapat dikatakan mencerminkan masyarakat
pada waktu ditulis, sebab banyak ciri-ciri masyarakat ditampilkan dalam karya
itu sudah tidak berlaku lagi pada waktu ia ditulis;
2. Sifat “lain dari yang lain” seorang pengarang sering
mempengaruhi pemilihan dan penampilan fakta-fakta sosial dalam karyanya;
3. Genre sastra sering merupakan sikap sosial suatu kelompok
tertentu, dan bukan sikap sosial seluruh mayarakat;
4. Sastra yang berusaha untuk menampilkan keadaan masyarakat
secermat-cermatnya mungkin saja tidak dapat dipercaya sebagai cermin
masyarakat.
Sebaliknya, sastra yang sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggambarkan
masyarakat mungkin masih dapat digunakan sebagai bahan untuk mendapatkan
informasi tentang masyarakat tertentu. Dengan demikian, pandangan sosial
pengarang diperhitungkan jika peneliti karya sastra sebagai cermin masyarakat.
3.
Fungsi Sosial Sastra
Maksudnya
seberapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai-nilai sosial. Dalam hubungan
ini ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
1.
Sudut pandang ekstrim kaum Romantik yang menganggap sastra sama derajatnya
dengan karya pendeta atau nabi. Karena itu, sastra harus berfungsi sebagai
pembaharu dan perombak;
2.
Sastra sebagai penghibur saja;
3. Sastra harus mengajarkan sesuatu dengan cara menghibur.
Menurut
Ratna (2003: 332) ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan mengapa sastra
memiliki kaitan erat dengan masyarakat dan dengan demikian harus diteliti dalam
kaitannya dengan masyarakat, sebagai berikut:
1.
Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin
oleh penyalin, dan ketiganya adalah anggota masyarakat.
2.
Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang
terjadi dalam masyarakat yang pada gilirannya juga di fungsikan oleh
masyarakat.
3.
Medium karya sastra baik lisan maupun tulisan dipinjam melalui kompetensi masyarakat
yang dengan sendirinya telah mengandung masalah kemasyarakatan.
4. Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat-istiadat
dan tradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung estetik, etika, bahkan
juga logika. Masyarakat jelas sangat berkepentigan terhadap ketiga aspek
tersebut.
5.
Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersubjektivitas,
masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan
bahwa sosiologi sastra dapat meneliti melalui tiga perspektif. Pertama, perspektif teks sastra, artinya
peneliti menganalisisnya sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan
sebaliknya. Kedua, persepektif biologis
yaitu peneliti menganalisis dari sisi pengarang. Perspektif ini akan
berhubungan dengan kehidupan pengarang dan latar kehidupan sosial, budayanya. Ketiga, perspektif reseptif, yaitu
peneliti menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks sastra.
Tiga Sudut
Pandang Perspektif
1.
Perspektif karya sastra, artinya
peneliti menganalisi karya sastra sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat
dan sebaliknya.
2.
Perspektif pengarang yakni, peneliti
menganalisis pengarang, persoalan-persoalan yang berhubungan dengan sejarah
kehidupan pengarang dan latar belakang sosialnya yang bisa mempengaruhi
pengarang dan isi karya sastranya.
3.
Perspektif pembaca, yakni penelitian
menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks sastra dan pengaruh sosial
karya sastra.
·
Teori Strukturalisme Genetik :
memasukan faktor genetic dalam upaya memahami karya sastra. Genetic sastra
artinya asal-usul karya sastra yang ditentukan oleh faktor-faktor,antara lain
pengarang dan kenyataan sejarah yang turut mengkondisikan karya sastra saat diciptakan.
Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat berpengaruh terhadap
proses penciptaan karya sastra baik dari segi isi maupun segi bentuknya atau
strukturnya.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam
penerapan teori strukturalisme genetik adalah:
1.
Penelitian harus dimulai dari kajian
unsur intrinsik sastra, baik secara parsial maupun dalam jalinan keseluruhan.
2.
Mengkaji latar belakang kehidupan
sosial kelompok pengarang karena pengarang merupakan bagian dari komunitas
kelompok tertentu.
3.
Mengkaji latar belakang sosial dan
sejarah yang turut mengkondisikan karya sastra saat diciptakan oleh pengarang.
Dari ketiga langkah tersebut akan diperoleh abstraksi pandangan dunia pengarang
yang di perjuangkan oleh tokoh problematik.
·
Teori strukturalisme fungsional
1.
Menganggap struktur kelembagaan
sastra sebagai sistem campuran yang berbeda dengan struktur lembaga-lembaga
sosial lainnya, seperti keluarga, politik, dan ekonomi.
2.
Sastra sebagai struktur
institusional harus memperhitungkan produk sastra sebagai objek atau proses
pengalaman estetik dan sebagai mata rantai yang esensial dalam suatu jaringan
hubungan-hubungan sosial dan cultural yang meluas.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Hakikat
sosiologi dan sastra sangat berbeda bahkan bertentangan secara dianetral.
Sosiologi adalah ilmu objektf kategoris, membatasi diri pada apa yang terjadi
dewasa ini (das sain) bukan apa yang
seharusnya terjadi (das solen). Sebaliknya
karya sastra bersifat evaluatif, subjektif, dan imajinatif.
Sosiologi sastra dapat meneliti
melalui tiga perspektif. Pertama,
perspektif teks sastra, artinya peneliti menganalisisnya sebagai sebuah
refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya. Kedua, persepektif biologis yaitu peneliti menganalisis dari sisi
pengarang. Perspektif ini akan berhubungan dengan kehidupan pengarang dan latar
kehidupan sosial, budayanya. Ketiga,
perspektif reseptif, yaitu peneliti menganalisis penerimaan masyarakat terhadap
teks sastra.
Didalam sosiologi sastra memiliki
beberapa teori pendekatan, diantaranya: teori strukturalisme genetik dan teori
strukturalisme fungsional.
DAFTAR PUSTAKA
Escarpit,
Robert. 2009. Sosiologi Sastra. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar